isnukabmalang.com – Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama adalah sebagai laboratorium NU harus terus melakukan inovasi dan terobosan visioner dalam meneguhkan perannya membangun peradaban di era disrupsi. Apalagi, dalam membumikan Islam yang rahmatan lil alamiin, ISNU yang berisikan kalangan intelektual tidak boleh diam dan konsisten meng-upgrade diri.
Hal inilah yang menjadi salah satu fokus program utama PC ISNU Kabupaten Malang. Kiai Abdullah SAM saat dilantik menjadi Ketua PC ISNU di periode kedua menekankan pengurus ISNU wajib melakukan upgrading. Sebagai motor utama dalam kebaikan di NU dan di tengah masyarakat, ISNU mesti siap menghadapi tantangan dan mencari solusi di era yang super cepat ini.
Baca juga: KE LUAR NEGERI ADALAH SUNAH?
Tak hanya sekedar arahan, Ketua PC ISNU Kabupaten Malang sendiri memberikan inspirasi dengan melakukan observational study di Singapura sejak Kamis kemarin (23/11/2023). Pada kesempatan ini Kiai Abdullah SAM mengajak serta Sekretaris PC ISNU, Nugraha Chandra Pratama dalam studi observasi yang berlangsung selama 5 hari itu.
Hari pertama kedatangan di negeri singa, ketua dan sekretaris PC ISNU mengeksplorasi Bandara Internasional Changi Singapura. Seperti diketahui, Changi Airport merupakan bandara yang meraih predikat terbaik dunia sebanyak 12 kali (sumber: www.bbc.com). Ada fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dengan lebih dari 140 gerai makanan minuman serta 400 gerai ritel dan penggunaan teknologi pada operasional bandara.
Penggunaan Teknologi Terintegrasi
Yang membuat menarik saat pertama melewati pintu imigrasi adalah sistem otomatisnya. Seorang wisatawan yang masuk ke Singapura melalui bandara ini cukup memasukkan paspor secara mandiri ke sebuah mesin scanner. Sistem akan mendeteksi kebutuhan perjalanan masuk negara terintegrasi dengan Singapore Immigration Checkpoints Authority (ICA). Pendaftaran cukup mudah dan bisa dilakukan secara mandiri 3 hari sebelum kedatangan di sebuah aplikasi bernama MyICA Mobile.
Keluar dari gerbang imigrasi Terminal 4 Bandara Changi, Ketua PC ISNU berkeliling bandara dengan menggunakan shuttle bus dan skytrain. Lebih lagi, tak perlu menguras kocek terlalu dalam karena bisa digunakan secara gratis. Transportasi tersebut telah terintegrasi satu sama lain, termasuk taksi, SMRT dan SG Bus. Hanya saja, tiga nama terakhir pengunjung harus memiliki kartu EZ LINK CARD (kartu prabayar e-money Singapura) untuk bisa mengaksesnya. Dan sistem pembayaran cashless serta penerapan internet of things telah diterapkan hampir setiap tempat.
Lagi, penggunaan teknologi dan arsitektur bandara menjadi perhatian pertama dari studi observasi ini. Ada sebuah air terjun buatan di dalam bandara tepatnya di Jewel Changi Airport bernama HSBC Rain Vortex. Dikenal dengan the world’s largest indoor waterfall, Rain Vortex yang memiliki tinggi 40 m menjadi ikon tersendiri dengan permainan atraksi lampu di dalamnya.
City in a Garden
Pengunjung semakin dimanjakan dengan taman di dalam bandara. Disatir dari detik.com, taman Jewel Changi Airport memiliki luas 22.000 m2 dengan 2.000 lebih pepohonan dari 120 spesies di dunia. Tak hanya di satu terminal, tetapi taman-taman indah ini tersebar ke seluruh terminal. Ada taman kaktus, taman ajaib dan taman kupu-kupu.
Menurut buku Panduan Bandara Changi, di taman kaktus sendiri terdapat 40 spesies kaktus dan tanaman penyerap air dari Afrika dan Amerika Tengah. Kemudian ada taman ajaib dan taman kupu-kupu (butterfly sky garden). Terdapat habitat kupu-kupu tropis dengan tanaman bunga, tanaman hijau dan gua air terjun setinggi 6 m. Dan yang paling utama ada 1.000 kupu-kupu tropis dari 40 spesies hidup di taman ini.
Setidaknya pemandangan tersebut telah merepresentasikan bagaimana penataan kota di Singapura yang dikenal memiliki ciri khas taman yang rimbun, indah dan bersih. Setiap objek wisata atau ruang publiik ada unsur greenery seperti flower dome, cloud forest hingga Singapura disebut city in a garden (kota di dalam kebun) karena banyaknya wilayah hijau.
Bahkan, Kiai Abdullah SAM menyebut bahwa Singapura ini seperti memiliki tanah yang luas. Padahal, menurut google.com, Singapura ini luasnya hanya 734.3 km2 tetapi ruang terbuka hijau terlihat sangat luas.
“Sepanjang perjalanan mengelilingi kota, setiap sudut terlihat rindang dan asri”, kata Pengasuh Pesantren Rakyat Al-Amin itu.
Memang tidak bisa dibandingkan luasan wilayah Indonesia dengan Singapura, termasuk kondisi budaya dan geografisnya. Tetapi komitmen membuat kawasan hijau perlu ditiru. Sedikitnya bisa dilakukan di sekitar rumah, lingkungan sekolah, pesantren dan perkantoran. Dengan ini, ISNU bisa memberikan inspirasi bagi semua orang bahwa tidak sulit untuk memulai membuat taman-taman kecil.
Tak kalah penting dari itu, selama 5 hari berada di hingga tulisan ini dibuat, perihal kebersihan, kedisiplinan, kesehatan, standar pendidikan, standar operasional pemerintah dan budaya turut menjadi perhatian dalam studi observasi PC ISNU Kabupaten Malang di Singapura.
Disiplin Peraturan dan Waktu
Abdul Kader namanya, seorang kerabat asli Singapura yang tinggal di kawasan Sembawang Close 333 mengantar perjalanan ketua dan sekretaris PC ISNU Kabupaten Malang mengelilingi serta memberikan informasi lengkap tentang Singapura. Ia menceritakan, negaranya memiliki segudang peraturan hingga dijuluki sebagai negara dengan 1001 larangan.
“Untuk merokok di sini, kamu tidak bisa sembarangan. Ada tempat-tempat tertentu yang diperbolehkan dan jika tidak mengindahkannya maka kamu akan terkena denda. Sama halnya membuang sampah, berkendara melebihi batas kecepatan, menerobos lampu lalu lintas, parkir sembarangan, menyeberang tidak melalui zebra cross dan banyak lagi”, kata Kader.
Memang, perekonomian Singapura yang maju pesat didukung oleh karakter masyarakatnya. Mereka memiliki kesadaran hukum yang tinggi. “Masyarakat tidak akan coba-coba melanggar peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, walau itu aturan kecil sekalipun”, tutur pria yang bekerja sebagai salah satu manajer pengadaan kendaraan di Sentosa Island.
Selanjutnya adalah soal kedisiplinan waktu. Selama berada disini (red), ketua dan sekretaris PC ISNU menyaksikan langsung bahwa ungkapan time is money bukan isapan jempol saja. Hal tersebut telah menjadi budaya bagi mereka. Misalnya, saat akan berangkat kerja atau menuju tempat tertentu, warga Singapura tampak menggunakan waktu mereka secara tepat dan efisien.
“Di sini, misal kita terlambat 1 atau 2 menit saja menuju tempat kita kerja akan berimbas pada banyak hal sehingga orang terlihat menggebu dan terbiasa dengan kecepatan. Saya sendiri tidak terbiasa kalau ada yang berjalan pelan”, jelas Kader.
Kesehatan dan Kebersihan
Gaya hidup sehat di Singapura ini bisa dicontoh dan diterapkan sehari-hari. Adalah jalan dan joging yang tiap saat dilakukan oleh warga di sini. Mahalnya biaya pajak kepemilikan kendaraan, membuat mereka lebih memilih tidak memiliki kendaraan pribadi. Bahkan, untuk sampai ke tempat tertentu, masyarakat terbiasa jalan kaki, bersepda dan menggunakan transportasi umum.
Dalam hal kebersihan, kebiasaan baik di sini dapat diaplikasikan. Peraturan yang dibentuk oleh pemerintah membuat masyarakatnya terbiasa menjaga kebersihan. Mereka bakal membuang sampah pada tempatnya karena jika tidak denda sekitar $300 menanti. Sudah jamak terlihat di sini, warga yang membawa sampah bekas makanan kosong, mereka lebih memilih menyimpannya dulu sampai menemukan tong sampah.
“Di sini, kamu langgar peraturan kamu harus bayar. Jika tidak mau bayar maka kamu harus datang ke court (pengadilan)”, sahut Kader.
Lagi menurut penjelasan Abdul Kader, lifestyle tersebut diajarkan sejak kecil. Di sekolah saja, ada waktu khusus bagi mereka untuk melakukan hal serupa do exercise tiap harinya. Sehingga, bisa dikatakan yang membuat negara ini maju dengan tata kota yang sehat, bersih dan rapi adalah masyarakat sebagai pemeran utamanya.
Menghormati Orang
Warga di pulau Semenanjung Malaya ini terbiasa dengan saling menghormati. Aktifitas itu direkam langsung oleh Ketua PC ISNU saat melakukan bepergian menggunakan MRT. Di fasilitas umum seperti itu, mereka mendahulukan orang tua, ibu hamil dan orang berkebutuhan khusus (difabel). Kursi khusus bagi mereka terletak di bagian pojok tiap pintu masuk keluar MRT.
Kemudian saat di jalan raya, warga yang melintas atau menyeberang dari satu jalan ke jalan lain mendapat prioritas. Pengguna kendaraan sudah terbangun mindset mendahulukan pejalan kaki. Para pengendara sampai rela rem mendadak.
Tidak hanya itu, saat berjalan di sebuah eskalator, bagi pejalan kaki yang berjalan santai memposisikan diri di sebelah kiri. Sementara itu, jalur sebelah kanan di eskalator digunakan bagi mereka yang berjalan cepat menuruni eskalator.
Pemerintah mengapresiasi bagi setiap pejalan kaki. Berdasar informasi yang diberikan oleh Kader kepada PC ISNU Kabupaten Malang, ada aplikasi khusus mendeteksi pejalan kaki. Bagi mereka yang mendaftar dan mencapai jumlah yang ditentukan, bakal mendapat uang tambahan dari pemerintah untuk naik MRT dan bis.
Semua Mahal Tapi Pemerintah Bantu Penuhi Kebutuhan
Ada sebuah data menarik yang dimuat oleh kompas.id., menyitir informasi dari Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI bahwa ada 3.912 warga negara Indonesia (WNI) yang pindah kewarganegaraan Singapura. Data ini dibuat dalam medio 2019-2022.
Jika kehidupan di Singapura lebih mahal, mengapa para WNI tersebuh berpindah kewarganegaraan?
Bisa jadi, mayoritas alasan lebih ke pertimbangan personal. Selama studi observasi ini, tim PC ISNU Kabupaten Malang mendengar sejumlah program pemerintah yang diceritakan langsung oleh warga di ini.
Pemerintah membangun fondasi sistem sosial dari struktur terbawah, yakni keluarga. Bagi warga yang baru melahirkan, pemerintah langsung memberikan skema bonus berupa Baby Bonus Gift dan Child Development Account. Informasi ini dibenarkan oleh Icha Aprilia, seorang WNI yang menikah dengan warga Singapura.
“Dulu waktu melahirkan, pemerintah langsung membuatkan akun atas nama anak dan langsung masuk uang sekitar 30 juta saat itu. Untuk orang tua juga mendapat subsidi yang sama. Tetapi, dana yang masuk ke rekening anak tidak bisa dicairkan langsung melainkan bertahap untuk kebutuhan anak”, katanya saat bertemu dengan PC ISNU Kabupaten Malang.
Untuk biaya pendidikan warga Singapura juga mendapat subsidi. Bayangkan, biaya pendidikan di tingkat PAUD atau playgroup di sini mencapai $700 atau sekitar 8.4 juta rupiah (kurs 1$ SGD = Rp. 12.000) per bulan. Pemerintah memberi banyak subsidi hingga biaya bisa ditekan samapi $200 per bulannya.
Kebijakan di Singapura berputar pada keberadaan keluarga, termasuk hak mendapatkan subsidi dan kepemilikan rumah. Dengan luasan tanah yang tak sebesar Indonesia, Singapuran membangun hunian vertikal atau aprtemen dengan tipe-tipe tertentu. Karena memiliki sebuah landed house di Singapura harga bisa mencapai 2 juta dollar.
Pendidikan Standar Internasional
Jenjang pendidikan di Singapura terbagi dari Kindergartens (TK), Primary Education (SD), Secondary Education (SMP + SMA), Pre-University Education (Pendidikan Pra-Universitas), Polytechnics (Politeknik) dan University (Universitas). Bahasa yang digunakan dalam pembelajaran adalah bahasa Inggris dan bahasa ibu (Melayu, Mandarin, Tamil).
Pendidikan sejak lulus secondary education, anak dibebaskan memilih jurusan sesuai kemampuan yang dimiliki. “Mereka masuk ke dalam politeknik sebelum masuk ke universitas. Anak-anak bebas memilih apa yang disukai sesuai potensinya”, jelas Kader.
Selama studi observasi di Singapura, Ketua PC ISNU Kabupaten Malang mengunjungi dua kampus ternama, National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Setidaknya 7 ada fakultas kesehatan, fakultas seni, media dan desain, fakultas elektronika, fakultas properti, fakultas bisnis, fakultas komputer dan student service center yang menjadi objek pengamatan etnografi PC ISNU Kabupaten Malang.
Tak hanya mempelajari konsep pendidikannya yang berbentuk fakultatif, Kiai Abdullah SAM memotret lingkungan dan arsitektur gedung dengan kontur tanah cukup curam yang ada di dalam kampus di Singapura. “Kita melihat kejayaan Islam masa lali dan kita harus mau melihat kejayaan orang lain. Di kampus ini setiap fakultas memiliki karakter bangunan masing-masing. Dan kampus di sini berada di wilayah perbukitan dan gunung”, ujar Wakil Ketua STIT Ibnu Sina Kepanjen ini.
Program pendidikan yang ditawarkan telah diakui oleh dunia internasional. Fasilitas yang diberikan memadai seperti akses internet bebas, integrative learning management system, dan transportasi ke semua sekolah di Singapura.
Melting Pot
Suku dan ras di Singapura cukup beragam, dikenal dengan istilah melting pot. Menurut data pada laman viva.co.id, etnis Tionghoa mendominasi dengan 75.9%, Melayu 15.4%, India 7.4% dan Eurasia 1%. Selanjutnya dari data Department of Statistic Singapura tahun 2020 yang dikutip oleh sindonews.com, mayoritas penduduk Singapura beragama Buddha sebesar 31.1%, Kristen 18.9%, Islam 15.6% dan Hindu 5%.
Dengan multikultur yang ada, mereka dapat hidup rukun saling menghormati. Bagi mereka perbedaan bukan merupakan masalah.
Selama studi observasi di negeri yang dikenal dengan patung singa ikonik itu berjalan dengan lancar. Situs-situs penting seperti Merlion Park, Marina by the Bay, Sentosa Island, Universal Studios, Masjid Sultan, Arab Street, Sirkuit F1 Marina Bay, Singapore Flyer, Harbourfront, National Stadium telah dikunjungi.
“Mengapa penting studi ini dilakukan, agar cakrawala berpikir kita semakin terbuka. Lebih lagi, bisa menjadikan pikiran kita semakin inklusif atau terbuka. Setidaknya, bisa memperbanyak inspirasi untuk memperkaya pikiran kita saat mau melakukan banyak hal di negara kita”, jelas Ketua PC ISNU.
Dalam ungkapan penutup, Kiai Abdullah SAM mengatakan bahwa Singapura dan Indonesia ini tetap sama-sama kalahnya. “Indonesia kalah bersih dan Singapura kalah luas”, tutupnya. (cha)
Penulis: Chandra Djoego