isnukabmalang.com – Sepekan setelah dihelatnya Muskerwil Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur di Hotel Grand Inna Surabaya, Pengurus PC ISNU Kabupaten Malang yang ditugaskan untuk mengikuti acara tersebut menyampaikan berbagai poin penting hasil muskerwil, Kamis (2/5/2019).
Bertempat di Pendopo Pesantren Rakyat Al-Amin Sumberpucung, rapat dan diseminasi hasil Muskerwil ISNU Kabupaten Malang diikuti oleh 10 pengurus. Dibuka oleh Ketua PC ISNU, Abdullah SAM, S.Psi., acara sore itu berjalan dengan suasana mengalir dengan jagong maton.
Selain evaluasi terhadap berjalanannya kepengurusan, giat yang berakhir petang itu juga diisi dengan diseminasi hasil muskerwil yang dipaparkan oleh Dr. Supriyanto. Diantara poin-poin hasil muskerwil, Penerima Beasiswa DIKTI pada Program Doktor Universitas Queensland Australia yang juga pengurus ISNU Kabupaten Malang itu menjelaskan pesan tentang matinya kepakaran.
Matinya Kepakaran
Ini era medsos. Era matinya kepakaran. Era hilangnya batas batas otoritas keilmuan.
Melalui Facebook (FB) seorang anak lulusan SMP bisa mendebat tulisan seorang profesor doktor ahli tafsir hadits lulusan Al Azhar Mesir hanya karena dia merasa tersinggung dengan tulisan ahli tafsir tersebut.
Seorang kuli bangunan bisa menyulap diri menjadi pendakwah dan diikuti banyak orang hanya karena dia pandai memaki maki, misuh-misuh, dan menghujat kyai-kyai NU.
Seorang biduan, bisa memimpin kegiatan keagamaan dan dinobatkan jadi ustadzah hanya karena bisa membuat puisi kritik tanpa nalar kepada pemerintah.
Para pakar dan ulama butuh waktu puluhan tahun untuk belajar ilmu. Sementara ada kelompok yang bisa mengulamakan siapa saja yang dikehendaki.
Mereka dengan modal media sosial, televisi, dan mimbar di lapangan, dapat membuat seorang yang jahil laksana seorang pakar.
Keilmuan, kealiman, kepakaran, atau apapun istilahnya sudah dikalahkan oleh makian, hasutan, dan caci maki. Siapapun yg bisa memaki maki orang lain, itulah pakar, itulah ulama. (red)
1 Comment